Sekapur Sirih dari Bumi Pasundan
GEOPARK CILETUH-PALABUHANRATU
Sekapur Sirih dari Bumi Pasun
Oleh: Rosanna Purba, S.E., M.Si
Sekapur sirih untuk memadukan istilah melayu yang berasal dari salah satu suku di Sumatera Utara sebagai daeral asal saya dengan bumi pasundan yaitu Jawa Barat tempat saya berpijak beberapa waktu terakhir ini. Saya merupakan salah satu peserta program magang dosen tahun 2018 Kemenristekdikti dengan Perguruan Tinggi (PT) Pengirim yaitu Universitas Sari Mutiara Indonesia di Medan dan ditempatkan pada PT Pembina yaitu Universitas Padjadjaran (Unpad). Sembari mengikuti kegiatan program magang dosen di Unpad, saya sangat beruntung karena berkesempatan untuk menyaksikan salah satu keindahan alam di Jawa Barat, Geopark Ciletuh-Palabuhanratu. Menikmati pemandangan secara langsung di sana menumbuhkan kekaguman yang mendalam dan mengingatkan saya agar segera menyetujui satu tulisan yang pernah saya temui di jembatan penyeberangan orang sekitar Jalan Asia Afrika yang berbunyi “Bumi Pasundan lahir ketika Tuhan sedang tersenyum” pada momen awal menginjakkan kaki di salah satu ikon Kota Bandung ini.
Geopark Ciletuh-Palabuhanratu terletak di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Luasnya 126.100 ha atau 1.261 km2, meliputi 74 desa pada 8 kecamatan. Ciletuh diakui sebagai salah satu UNESCO Global Geopark resmi dan ditetapkan menjadi salah satu dari 12 geopark yang berasal dari 11 negara. Geopark Ciletuh-Palabuhanratu menjadi satu-satunya kawasan yang berada di Jawa Barat yang mendapat pengakuan dari UNESCO dan dinyatakan secara resmi pula mendunia. Geopark ini dibagi menjadi 3 geoarea berdasarkan karakteristik geologinya menjadi Geoarea Cisolok, Geoarea Jampang dan Geoarea Ciletuh. Keragaman geologi ini dibedakan berdasarkan jenisnya berupa air terjun, bantuan langka dan fosil, batuan unik, bentang alam, geyser, guha, pantai dan pulau-pulau kecil.
Terdapat nilai tambah pengusulan Geopark Ciletuh-Palabuhanratu dibanding rencana pengusulan geopark lainnya dimana Unpad menjadi satu-satunya perguruan tinggi yang terlibat dalam pengusulan geopark di Indonesia. Unpad turut ambil bagian dalam pengembangan geopark ini dengan menjalankan fungsinya sebagai penyelenggara tridharma perguruan tinggi. Sampai dengan tahun 2017 telah mengalokasikan dana riset dan kegiatan sosial dalam berbagai bidang termasuk Geopark Ciletuh-Palabuhanratu. Keterlibatan Unpad diawali pada tahun 2006 oleh Prof. Mega Fatimah Rosana, Ph.D selaku Ketua Pusat Penelitian Geopark dan Kebencanaan Geologi Unpad yang melihat potensi istimewa wilayah Geopark Ciletuh-Palabuhanratu jika dilihat dari sudut geologi, biodiversity, dan budaya.
Pada aspek Geologi, Ciletuh merupakan satu-satunya wilayah yang memiliki singkapan batuan tertua di Jawa Barat, batuan lanskap berbentuk setengah lingkaran menyerupai tapal kuda terbuka. Batuan tebing ini membentang dengan diameter bentangan sekitar 15 kilometer. Bentangan ini banyak disebut sebagai amphiteater (teater alam) terbuka dengan banyak air terjun yang jatuh di sela tebing. Pada segi biodiversity (keanekaragaman hayati) Ciletuh memiliki ragam kawasan konservasi alam, mulai dari nature reserve, wildlife reserve, forest conservation, dan taman nasional, serta memiliki kawasan konservasi penyu hijau. Kawasan ini juga memiliki berbagai budidaya tambak, perkebunan, pertanian, dan hutan produksi. Sedangkan dari aspek budaya, Ciletuh menyimpan kearifan lokal masyarakat Sunda yang masih terjaga hingga kini. Mulai dari tinggalan mitos dan folklor, hingga berbagai tinggalan situs Megalitikum, tinggalan kolonial, serta Kampung Budaya Kasepuhan yang masih memegang kuat tradisi Sunda.
Berwisata ke Geopark Ciletuh-Palabuhanratu sedang hits di kalangan traveler saat ini dan merupakan pilihan yang tepat bagi pecinta alam dan ilmu pengetahuan. Pada setiap destinasi wisata disediakan tour guide yang sudah dibekali dengan pengetahuan yang mumpuni tentang geopark yang dibina oleh pengelola geopark sehingga selain menikmati keindahan alam diperoleh juga ilmu pengetahuan tentang latar belakang setiap destinasi wisatanya. Mengawali perjalanan dari Jatinangor di pagi hari kami beserta dengan rombongan menuju destinasi pertama dengan jarak tempuh lebih kurang 10 jam.
Bukit Panenjoan
Bukit Panenjoan merupakan sebuah daerah tebing dengan ketinggian ± 342 mdpl yang terletak di Desa Taman Jaya Kecamatan Ciemas. Melalui spot ini secara kasat mata kita dapat menikmati keindahan amfiteater alam raksasa Ciletuh dari ketinggian dengan sajian pemandangan indah hamparan Samudera Hindia yang membentuk Teluk Ciletuh dengan pesisir Pantai Palangpang beserta pulau-pulau kecilnya. Tampak pula hamparan sawah dan perkampungan warga yang terdiri dari 3 desa yaitu desa Ciwaru, Mandra Jaya, dan Mekar Sakti. Momen sunset merupakan sesuatu yang sangat dinantikan pengunjung yang datang ke tempat ini.
Pantai Palangpang
Pantai Palangpang merupakan salah satu destinasi wisata laut lepas di kawasan Geopark Ciletuh-Palabuhanratu tepatnya di Desa Ciwaru, Kecamatan Ciemas. Pengunjung akan disuguhkan pemandangan pantai yang sangat alami yang cukup luas dan panjang dengan pasir pantainya yang didominasi dengan warna hitam legam. Desiran angin dan suara ombak yang menyapa akan memberikan kedamaian di hati. Pantai ini juga dapat menjadi saksi indahnya sunset di waktu senja datang menyapa. Tidak ketinggalan landmark Geopark Ciletuh yang menghiasi kesempurnaan bibir pantai yang mempesona sekaligus menjadi salah satu ikon penting di tempat ini. Pantai ini juga kadang-kadang dipakai sebagai tempat mendarat olahraga paralayang.
Curug Cimarinjung
Cerita perjalanan ini berlanjut di Curug Cimarinjung. Apabila diamati maka sesungguhnya air terjun (curug) ini kelihatan bagian atasnya dari Pantai Palangpang. Curug ini terletak di Desa Ciwaru Kecamatan Kiemas pada aliran Sungai Cimarinjung yang akan digunakan untuk mengairi persawahan di bawahnya. Menikmati aliran air terjun beberapa meter dari curug, sembari memandang bebatuan alam dan pepohonan yang tumbuh di sekitarnya tentu akan menyuguhkan pesona liburan tersendiri. Selain keistimewaan pemandangan aliran airnya terdapat juga keindahan tebing berwarna merah kecoklatan dengan keberadaan tumbuhan hijau yang menempel di permukaannya. selain Curug Cimarinjung, jangan lupa juga untuk menilik Curug Nyelempet dan Curug Dogdog yang letaknya tidak jauh dari aliran sungai dimana ketiga curug ini terbentuk karena proses tektonik.
Kampung Wisata Hanjeli
Peran kawasan geopark melalui pemberdayaan masyarakat setempat dapat terlihat dengan nyata di Kampung Cekdam, Desa Waluran Mandiri, Kecamatan Waluran, Sukabumi sebagai kampung wisata pengolah beragam produk Hanjeli sekaligus sebagai gerbang masuk ke Kawasan Geopark Ciletuh-Palabuhanratu. Pengolahan tanaman Hanjeli sebagai makanan alternatif pengganti nasi sedang digalakkan di desa binaan Fakultas Pertanian Unpad ini. Keterlibatan pengunjung secara langsung membuat rengginang hanjeli dan berbagai olahan lainnya sangat menginspirasi. Masyarakat bisa mengenalkan apa itu hanjeli, cara pengolahan pertaniannya, dan khasiatnya ketika dikonsumsi oleh tubuh manusia.
Geyser Cisolok
Menyaksikan air mancur panas abadi sambil berendam di sumber air panas Geyser Cisolok dapat dijadikan sebagai pilihan tepat setelah seharian berkeliling mengitari pantai di sekitar Sukabumi. Ini merupakan salah satu air mancur panas di dunia dan satu-satunya di Indonesia dimana para pengunjung juga bisa melihat secara langsung sumber air yang menyembur ke atas dengan ketinggian rata-rata 2-3 meter dari celah bebatuan di tengah sungai. Menarik bukan? Karena itu dapat disebut air mancur panas abadi sebagai salah satu fenomena alam yang langka di dunia yang disebut geyser. Keunikan geyser ini selain letaknya di daerah pantai dan tidak berada di pegunungan seperti kebanyakan sumber air panas, mata airnya juga menyembur selama 24 jam tanpa henti tidak seperti geyser lain yang mata airnya menyemur secara periodik saja sehingga ada jeda waktunya berhenti beberapa saat. Karena sumber mata airnya berasal dari Geyser,maka air panas ini tidak mengandung belerang. Terdapat tiga titik sumber air panas yang keluar dengan suhu berkisar 800C sehingga dilarang keras untuk memegang atau menyentuh air mancur panas tersebut secara langsung.
Konservasi Penyu Pangumbahan
Ini adalah akhir dari catatan perjalanan di Geopark Ciletuh-Palabuhanratu. Pantai dengan pasir putih, ombak yang tinggi, udara bersih dan bebas polusi sempurna untuk destinasi wisata pantai dan pengambilan foto sunset. Keunikan kunjungan ke pusat konservasi Penyu di Pantai Pangumbahan adanya kegiatan pelepasan tukik (penyu berumur 1 hari) sekitar 25 ekor ke lautan lepas, dengan harapan 20-25 tahun mendatang mereka bisa kembali ke pantai ini untuk bertelur. Kunjungan pada sore hari menjelang matahari terbenam merupakan momen yang sangat tepat agar dapat menyaksikan secara langsung pelepasan tukik ke laut sambil menanti sang mentari pulang ke peraduannya.
Walaupun ini kunjungan terakhir tetapi bukanlah berarti tempat ini merupakan destinasi terakhir yang dapat dikunjungi. Masih terdapat beberapa spot wisata lainnya di Geopark Ciletuh-Palabuhanratu yang dapat dilihat di www.geoparks.id. atau www.unpad.ac.id. Rangkaian perjalanan ini diselingi dengan Kunjungan ke Kantor Pusat Penelitian Geopark dan Kebencanaan Geologi Universitas Padjadjaran yang ada di Desa Surade. Pada kantor ini diperlihatkan secara jelas segala hal yang berhubungan dengan Geopark Ciletuh-Palabuhanratu dan peta lokasi Kawasan Global Geopark yang telah disahkan, maupun yang masuk kawasan national geopark dan candidates national geopark.
Semoga ulasan ini bermanfaat bagi pecinta keindahan alam Indonesia. Mari kita dukung kemajuan bangsa dengan menghidupkan perekonomian daerah dan pemberdayaan masyarakat tanpa menghilangkan kearifan lokal (local wisdom) dengan mengunjungi destinasi wisata dalam negeri.