Workshop Penerapan PSAK 71 72 dan 73 yang di selenggarakan oleh Forum Dosen Akuntansi Perguruan Tinggi wilayah Sumatera Utara dimana, adapun sebagai pembicara adalah Dr. Sylvia Veronica Nalurita Purnama Siregar, SE., Ak., M.Si.,CA beliau dosen di Akuntansi Universitas Indonesia. Acara di buka oleh Ketua IAI Wilayah Sumatera Utara Bapak M Lian Dalimunthe, M.Ec., Ac., Ak. Kordinator Forum Dosen Akuntansi Perguruan Tinggi Wilayah Sumatera Utara-IAI KAPd Ibu Dr. Deliana, SE., Ak., M.Si., CA sebagai pelaksana menerangkan bahwa kegiatan Workshop ini bertujuan untuk menambah dan membuka wawasan di kalangan akademisi maupun praktisi akuntasi di wilayah Sumatera Utara. Adapun peserta Workshop adalah dari kalangan Akademisi yaitu dosen-dosen Akuntansi Perguruan Tinggi di Sumatera Utara, Praktisi Akuntan, dan pelaksana Keuangan di Perusahaan-perusahaan baik BUMN maupun perusahaan swasta lainnya.
Program Studi Akuntansi Universitas Sari Mutiara Indonesia (USM-Indonesia) ikut menjadi peserta kegiatan Workshop tersebut dimana, Prodi Akuntansi USM-Indonesia diwakili oleh Bapak Heri Enjang Syahputra, SE., M.Ak (Wakil Dekan FEIS) dan Ibu Rosanna Purba, SE.,M.Si (Ketua Program Studi Akuntansi), mereka juga merupakan pengurus Forum Dosen Akuntansi Perguruan Tinggi Sumatera Utara.
Walaupun masih efektif berlaku 2020 tidak ada salahnya mengenal PSAK tersebut sambil mengingat kembali PSAK yang digantikannya. Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) telah merilis tiga Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) baru. Ini merupakan bagian dari usaha otoritas untuk mengadopsi sistem dari International Financial Reporting Standards (IFRS) yang dikeluarkan oleh otoritas akuntan internasional, International Accounting Standard Board (IASB).
Ketiga PSAK itu memiliki poin masing-masing. PSAK 71 misalnya mengatur mengenai instrumen keuangan, PSAK 72 mengatur mengenai pendapatan dari kontrak dengan pelanggan dan PSAK 73 mengatur mengenai sewa. Berikut adalah detail perubahan yang harus diadopsi berdasarkan masing-masing PSAK tersebut.
PSAK 71
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71 memberi panduan tentang pengakuan dan pengukuran instrumen keuangan. Standar yang mengacu kepada International Financial Reporting Standard (IFRS) 9 ini akan menggantikan PSAK 55 yang sebelumnya berlaku.
Selain soal klasifikasi aset keuangan, salah satu poin penting PSAK 71 adalah soal pencadangan atas penurunan nilai aset keuangan yang berupa piutang, pinjaman, atau kredit. Standar baru ini mengubah secara mendasar metode penghitungan dan penyediaan cadangan untuk kerugian akibat pinjaman yang tak tertagih. Jika berdasarkan PSAK 55, kewajiban pencadangan baru muncul setelah terjadi peristiwa yang mengakibatkan risiko gagal bayar (incurred loss), PSAK 71 memandatkan korporasi menyediakan pencadangan sejak awal periode kredit. Kini, dasar pencadangan adalah ekspektasi kerugian kredit (expected credit loss) di masa mendatang berdasarkan berbagai faktor; termasuk di dalamnya proyeksi ekonomi di masa mendatang.
Berdasarkan standar akuntansi baru ini, artinya, korporasi harus menyediakan cadangan kerugian atas penurunan nilai kredit (CKPN) untuk semua kategori kredit atau pinjaman, baik itu yang berstatus lancar (performing), ragu-ragu (underperforming), maupun macet (non-performing). Untuk kredit lancar, misalnya, korporasi harus menyediakan CKPN berdasarkan ekspetasi kerugian kredit dalam 12 bulan mendatang.
Imbasnya, korporasi mesti menyediakan nilai pencadangan atas kredit atau piutang tak tertagih lebih besar dibandingkan sebelumnya. “Berdasarkan survei internasional, peningkatan pencadangan korporasi bisa mencapai 25% hingga 35%. Tentu, angka riil sangat tergantung negara, industri, dan kondisi masing-masing perusahaan,” ujar Rosita Uli Sinaga, Senior Partner Deloitte Indonesia. Bagi industri perbankan, kewajiban untuk mengikuti cara pencadangan anyar ini bisa berujung pada penurunan rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR).
PSAK 72
PSAK 72 tentang Pengakuan Pendapatan dari Kontrak dengan Pelanggan merupakan adopsi IFRS 15 yang telah berlaku di Eropa sejak Januari 2018. PSAK 72 merupakan PSAK sapu jagat karena mengganti banyak standar sebelumnya. Beberapa standar yang dicabut dengan terbitnya PSAK 72 adalah PSAK 34 tentang Kontrak Konstruksi, PSAK 32 tentang Pendapatan, ISAK 10 tentang Program Loyalitas Pelanggan, ISAK 21 tentang Perjanjian Konstruksi Real Estate, serta ISAK 27 tentang Pengalihan Aset dari Pelanggan.
Esensinya, PSAK 72 mengubah cara pengakuan pendapatan kontrak yang tadinya rigid (rule based) menjadi berbasis prinsip (principle based). Pengakuan pendapatan kontrak, misalnya, sekarang tidak berdasarkan besaran uang muka yang sudah diterima.
Berdasarkan standar baru ini, pengakuan pendapatan bisa dilakukan secara bertahap sepanjang umur kontrak (over the time) atau pada titik tertentu (at a point of time). Namun, pengakuan pendapatan bertahap tidak bisa diterapkan kepada sembarang kontrak. Ada syarat-syarat terkait konsumsi manfaat oleh pelanggan, peningkatan nilai aset di sisi pelanggan, serta kesepakatan tahap pembayaran kontrak. Jika suatu kontrak tidak memenuhi syarat-syarat tersebut, pendapatan kontrak itu baru bisa diakui saat terjadi penyerahan aset (at a point of time). Secara teknis tidak rumit, tapi volume pekerjaannya sangat besar karena kita harus mempelajari ribuan kontrak yang kita miliki.
PSAK 73
PSAK 73 yang merupakan adopsi dari IFRS 16 mengatur tentang sewa. PSAK ini akan menggantikan beberapa standar; diantaranya PSAK 30 tentang Sewa, ISAK 23 tentang Sewa Operasi, dan ISAK 25 tentang Hak atas Tanah.
Standar baru ini akan mengubah secara substansial pembukuan transaksi sewa dari sisi penyewa (lessee). Ringkasnya, berdasarkan PSAK 73, korporasi penyewa mesti membukukan hampir semua transaksi sewanya sebagai sewa finansial (financial lease). Pembukuan sewa operasi (operating lease) hanya boleh dilakukan atas transaksi sewa yang memenuhi dua syarat: berjangka pendek (di bawah 12 bulan) dan bernilai rendah. Yang masuk kategori ini misalnya sewa ponsel, laptop, dan sejenisnya.